Rabu, 25 Juni 2008


DAMPAK LAHIRNYA UNDANG – UNDANG PERBANKAN SYARIAH TERHADAP PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Oleh Irwan Irwan, SE


Rancangan Undang – Undang Perbankan Syariah akhirnya disahkan dalam Rapat Paripurna DPR hari Selasa, 17 Juni 2008 setelah 6 tahun berproses yang disetujui oleh 9 fraksi dari 10 fraksi yang ada di DPR, 1 fraksi yang menolak adalah Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS). Ini berarti, kini perbankan syariah memiliki payung hukum yang diharapkan semakin menguatkan eksistensi perbankan syariah di Indonesia.

Dengan semakin jelasnya peraturan tentang perbankan syariah, diharapkan dapat menggenjot kinerja perbankan syariah di Indonesia untuk lebih berkontribusi nyata dalam memajukan perekonomian Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dimana tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi, yaitu 16,58 persen atau sekitar 37,17 juta dari total penduduk Indonesia karena perbankan syariah memiliki karakteristik unik yaitu berperan dalam mendukung sektor sosial disamping fungsi utamanya sebagai lembaga komersial.

Disamping itu, UU tersebut akan memperbesar peluang potensi masuknya pembiayaan dari negara-negara Timur Tengah Investor-investor asal TimurTengah yang berminat untuk menyuntikkan dana sekitar lima hingga tujuh milliar dolar AS. Hal itu dupertegas dalam pertemuan tahunan ke-3 Arab Asian Financial Forum pada 5-6 Juni 2008 lalu di Jakarta.

Beberapa implikasi yang mungkin terjadi dari lahirnya UU Perbankan Syariah antara lain :
1. Jaminan kepastian hukum.
Jaminan Kepastian hukum menjadi hal yang paling mendasar sekaligus penting dari lahirnya UU Perbankan Syariah bagi pelaku usaha dan pengguna jasa perbankan berbasis syariah yang selama ini masih merasa belum aman dan bergerak leluasa dalam melakukan aktivitasnya di industri perbankan syariah Indonesia.

Disamping itu juga yang tidak kalah penting, jaminan kepastian hukum ini akan menarik investor asing terutama investor Timur Tengah untuk menanamkan investasinya secara aman ke perbankan syariah Indonesia baik dalam bentuk dana investasi sektor usaha komersil maupun dana-dana program yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penghapusan kemiskinan.

2. Peningkatan Dukungan Pemerintah.
Dengan lahirnya ketentuan yang mengatur perbankan syariah dalam bentuk Undang – Undang akan semakin meningkatkan dukungan pemerintah yang lebih nyata dalam memajukan perbankan syariah dalam beberapa hal yang hingga sekarang masih menghambat target perkembangan perbankan syariah Indosesia, diantaranya

Pertama , Peningkatan Sosialisasi kepada masyarakat yang masih belum memiliki pemahaman dan wawasan yang minim terhadap bank syariah. Dengan adanya UU tersebut maka secara formal, sosialisasi perbankan syariah akan mememasuki institusi – institusi formal terutama dalam kurikulum pendidikan di sekolah –sekolah yang memuat materi tentang perbankan syariah sehingga sosialisasi akan semakin luas dan berpotensi meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah yang masih kecil sekali dibanding pangsa pasar perbankan konvensional pada umumnya

Kedua ,Peningkatan Permodalan perbankan syariah, terutama mendukung penetrasi penawaran investasi kepada investor Timur Tengah dalam hal ini pemerintah melalui instansi-instansi yang berkaitan akan turut mempromosikan perbankan syariah di mata para investor tersebut dengan berbagai proyek – proyek yang dapat disinergiskan antara pemerintah dan perbankan syariah.

Ketiga, Memperluas Jaringan Perbankan Syariah yang belum menjangkau luas hingga ke seluruh wilayah Indonesia, diharapkan peran ini dapat didukung juga oleh pemerintah.

3. Penerbitan Peraturan Pelaksanaan UU Perbankan Syariah
Dengan disahkannya UU Perbankan Syariah tersebut, segala peraturan dan ketentuan yang mengatur operasionalisasi perbankan syariah sebelumnya harus mengalami penyesuaian yang mengacu pada UU tersebut baik ketentuan yang ada di pemerintah maupun ketentuan di Bank Indonesia (BI).

Namun demikian perbankan syariah tetap akan berada di bawah regulasi Bank Indonesia. Sedangkan, masalah penerapan tatakelola sesuai syariah akan berada di bawah pengawasan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kedepannya, MUI akan memiliki perwakilan di BI sebagai Dewan Pengawas Syariah.

Dengan demikian Bank Indonesia akan segera melakukan penyesuaian Peraturan Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU Perbankan Syariah karena ada 26 peraturan BI yang harus disesuaikan diantaranya mengenai Masalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pembentukan komite perbankan syariah, agunan, dan peraturan mengenai spin off dari unit-unit syariah ke bank umum syariah.

4. Penguatan sinergi pasar keuangan berbasis syariah
Dengan keberadaan UU Perbankan Syariah bersama dengan UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang sama-sama baru disahkan, keduanya akan saling mengisi dan sinergi dalam upaya memenangkan pasar keuangan berbasis syariah, yang sekarang ini telah menjadi bagian dari sistem keuangan global.

Disisi lain keduanya saling melengkapi dan saling membutuhkan satu sama lainnya dalam menyediakan instrumen bagi investasi di industri keuangan syariah, khusunya di Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan negara – negara lainnya seperti Malaysia dan Singapura

Namun demikian, perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia tidak hanya sampai disini, masih terdapat beberapa hal yang harus terus diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut sebagai tantangan Perbankan Syariah kedepan diantaranya :
1. Kepastian hukum tentang mekanisme penyelesaian sengketa
Dalam UU Perbankan Syariah belum memuat secara pasti mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat terjadi antara nasabah dan bank syariah terutama mengenai lembaga peradilan yang bertanggung jawab mengurus tentang sengketa tersebut

2. Batasan Yang Jelas antara peran BI dan DSN-MUI
Perlu kejelasan lebih lanjut dalam pembagian tugas antara Bank Indonesia (BI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia dalam peranannya sebagai pengawas sekaligus regulator dalam pelaksanaan operasionalisasi perbankan syariah di Indonesia.Kejelasan ini perlu agar tidak terjadi benturan kewenangan pada saat UU Perbankan Syariah diberlakukan.

3. Peningkatan kualitas sumber daya insani perbankan syariah Indonesia
Saat ini SDI yang dimiliki bank syariah kurang memadai yang memiliki kompetensi yang tidak hanya di bidang perbankan tetapi mencakup pula aspek syariahnya dalam praktik perbankan.

Lahirnya UU tersebut akan menguji sejauh mana pelaku perbankan syariah bisa mengakselerasi peningkatan kualitas kinerjanya dalam membangun perekonomian nasional setelah memiliki payung hukum. Jika beberapa waktu lalu beralasan belum memiliki payung hukum sehingga tidak bisa bergerak leluasa atau ragu bergerak. Kini, setelah disahkannya UU itu diharapkan keraguan itu tidak ada lagi sehingga bisa secara komersial maupun sosial bisa bergerak dengan leluasa sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam membangun perekonomian nasional.

Selasa, 06 Mei 2008

HIDUPLAH SEDERHANA
Di antara sesuatu yang menyempurnakan apa yang telah kita sebutkan di atas adalah apa yang ditekankan oleh Islam berupa mengatur pengeIuaran harta dan mendorong untuk sederhana dalam berinfaq. Inilah sifat yang dimiliki oleh 'lbadurrahman, Allah berfirman: "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (Al Furqan: 64)
Tersirat juga dalam wasiat Luqman Al Hakim kepada puteranya, sebagaimana disebutkan dalam surat Al Isra': 29.
Sikap sederhana itu semakin ditekankan ketika pemasukan seseorang itu sangat minim, misalnya pada masa-masa paceklik dan kelaparan, sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf AS. Dengan cara menekan atau mengurangi pengeluaran pada tujuh tahun musim subur sehingga bisa disimpan dan dimanfaatkan ketika musim kering. Allah berfirman:
"Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya (tangkainnya) kecuali sedikit untuk kamu makan." (Yusuf: 47)
Kemudian memperkecil pengeluaran sekali lagi pada tujuh tahun kekeringan dengan keputusan darurat dan pendistribusian simpanan pada tahun-tahun krisis secara merata.
"Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan." (Yusuf: 48)
Ungkapan "Apa yang kamu simpan untuk menghadapinya" itu membuktikan bahwa apa yang dikeluarkan itu sesuai dengan perhitungan dan perencanaan. Ini menunjukkan kesederhanaan.
Amirul Mukminin Umar Al Faruq pada tahun-tahun kesulitan benar-benar berkeinginan agar pada setiap rumah yang ada pada mereka sisa-sisa kemakmuran untuk menyalurkan sebagian darinya kepada orang yang susah kondisinya dan minim pemasukan mereka. Beliau berkata, "Sesungguhnya manusia tidak akan punah dengan separuh perut mereka,inilah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah SAW "Makanan satu orang mencukupi dua orang, dan makanan dua orang mencukupi empat orang." (HR. Muslim)
Sesungguhnya kaidah Istikhlaf (peminjaman dari Allah) yang telah kami sebutkan sebelum ini menjadikan seorang Muslim terikat di dalam pengeluaran harta dan infaqnya, sebagaimana dia juga harus membatasi diri dalam menginvestasikan dan mengembangkan harta tersebut.
Islam tidak melarang seorang Muslim terhadap kelayakan hidup, sebagaimana itu di larang oleh sebagian agama dan filsafat, seperti kaum Brahma di India dan Manawiyah di Persia dan Rawaqiyah Yunani dan kependetaan dalam agama Nasrani. Akan tetapi Islam melarang kita untuk "tidak mau menikmati" atau "berlebihan dalam menikmati" itu semua. Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al Maidah: 87)
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan dan syetan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (Al Isra' 26-27)
Perbedaan antara tabdzir (pemborosan) dan israf (berlebihan) adalah, kalau israf itu melebihi batas dalam hal yang halal, tetapi tabdzir adalah berinfaq di dalam hal yang diharamkan, meskipun hanya satu dirham atau kurang dari itu.
Dari sinilah kita wajib menjaga dan memperhatikan prinsip-prinsip dasar dalam berinfaq, antara lain sebagai berikut
1. Berinfaq kepada diri sendiri dan keluarga
Maka tidak boleh bagi pemilik harta menahan tangannya dari berinfaq wajib terhadap diri dan keluarganya karena pelit dan bakhil, takut hidup melarat atau berpura-pura zuhud. Islam melarang kita untuk pelit dan memperingatkan akan hal itu dan menganggapnya sebagai sumber kerusakan yang merata. Rasulullah SAW bersabda:
"Hati-hatilah (hindarkanlah dirimu) dari pelit, sesungguhnya ummat sebelum kamu itu rusak disebabkan sikap pelit. Pelit itu telah menyuruh mereka memutuskan hubungan maka mereka memutuskan, memerintahkan mereka antuk kikir, maka mereka kikir, dan menyuruh mereka untuk berbuat fujur (penyelewengan), maka mereka pun menyeleweng. (HR.Abu Dawud, dan Hakim)
Islam juga melarang kita untuk bersikap seperti pendeta. Mereka mengharamkan kenikmatan yang halal seperti pakaian yang indah dan lain sebagainya. Padahal Allah menamakan pakaian yang indah sebagai "Perhiasan dan Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya" (Al A'raf: 32), sebagaimana Dia memberi nama makanan dan minuman dengan istilah, "Yang baik-baik dari rezeki" (Al A'raf: 32). Semua ini adalah penamaan yang bernilai memuji dan meridhai, bahkan Islam mengingkari terhadap orang yang mengharamkan hal-hal tersebut atas dirinya maupun orang lain. Allah SWT berfirman:
"Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulalah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" (Al A'raf: 32)
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al A'raf: 31)
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah senang melihat bekas kenikmatan-Nya pada hamba-Nya. (HR. Tirmidzi)
Nabi SAW juga pernah ditanya oleh sahabatnya bahwa dia (sahabat tersebut) senang dengan keindahan, sehingga bajunya bagus dan sandalnya juga bagus, "Apakah ini termasuk sombong?," maka Nabi SAW menjawab, "Tidak, sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan, sombong adalah menolak kebenaran dan menghina (meremehkan) manusia" (HR. Muslim)
2. Kewajiban berinfaq terhadap hak-hak yang harus ditunaikan
Tidak boleh bagi seseorang pelit terhadap hak-hak yang wajib ditunaikan dengan hartanya, baik itu hak-hak yang sudah tetap, seperti zakat, nafkah kedua orang tua dan kaum kerabat yang fakir, atau hak-hak yang secara insidental, seperti menyuguh tamu, meminjami orang yang memerIukan, menolong orang yang kesulitan (terpaksa, terjepit kebutuhan), memberikan bantuan atas musibah yang menimpa ummat atau negara (daerah, tempat tinggal mereka, seperti peperangan, kelaparan dan kebakaran, mencukupi orang-orang fakir di negerinya, yang mereka sangat memerlukan bantuan ma'isyah seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pengobatan dan sebagainya.
Islam menegaskan pentingnya hak-hak itu, sampai memperbolehkan penggunaan senjata demi membela hak-hak tersebut.
Abu Bakar pernah berperang bersama para sahabat yang ada karena masalah tidak ditunaikannya kewajiban zakat oleh suatu kaum. "Nabi SAW juga memperbolehkan kepada tamu untuk mengambil hak suguhan dari orang yang ditempati, walaupun dengan kekuatan/kekerasan. Adalah wajib bagi kaum Muslimin untuk memperhatikan hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
"Tamu mana pun yang singgah pada suatu kaum, lalu tamu itu tidak dijamu apa pun (terlantar), maka ia boleh untuk mengambil sekedar untuk suguhannya, dan tidak berdosa baginya." (HR. Ahmad dan Hakim)
Pada umumnya para fuqaha' memperbolehkan orang yang sangat memerlukan air dan makanan untuk memerangi orang yang menghalang-halangi keperluannya tanpa haq.
3. Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran
Wajib bagi seorang Muslim untuk menyesuaikan antara pemasukan dan pengeluarannya. Jangan sampai ia menginfaqkan sepuluh, sementara pemasukannya delapan, sehingga terpaksa harus hutang dan menanggung beban dari orang yang menghutangi. Sesungguhnya hutang itu membawa keresahan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Rasulullah SAW sendiri mohon perlindungan kepada Allah dari jeratan hutang, dengan alasan bahwa seseorang itu kalau berhutang, bisa saja ia berbicara lalu berbohong, ia berjanji lalu mengingkari, sebagaimana disebutkan di dalam shahih Bukhari.
Maka infaq seseorang yang melebihi dari kemampuan harta dan pemasukannya adalah termasuk israf (berlebihan) yang tercela. Allah SWT berfirman:
"Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesunggahnnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al A'raf: 31)
Rasulullah SAW bersabda:
"Makan dan minumlah, berpakaian dan sedekahlah, selama tidak disertai dengan berlebihan dan kesombongan." (HR. An-Nasa'i dan Ibnu Majah)
Ini adalah berinfaq dalam hal yang mubah, adapun hal-hal yang diharamkan, maka setiap dirham yang diinfakkan adalah termasuk dalam tabdzir (pemborosan).
Adapun dalam hal-hal ketaatan, seperti shadaqah, jihad dan proyek-proyek sosial, maka tidak ada israf di dalamnya selama tidak menelantarkan hak yang lebih wajib dari itu semua. Seperti hak keluarganya atau hak orang yang hutang kepadanya atau nafkah yang wajib untuk dipenuhi baginya dan lain-lain. Oleh karena itu ketika dikatakan kepada sebagian orang dermawan dari kaum munafikin dalam hal amal shalih, "Tidak ada kebaikan dalam israf (berlebihan)," maka jawabannya, "Tidak ada israf dalam kebaikan."
Islam memberikan kepada hakim (penguasa) wewenang untuk menahan atau mengatur keuangan atas setiap orang yang bodoh dan sering merusak, di mana dia mempergunakan harta tidak secara tepat. Hal ini karena ummat mempunyai hak atas harta tersebut, maka memeliharanya akan membawa manfaat bagi ummat dan membiarkannya akan membawa madharat bagi ummat. Oleh karena itu Allah SWT menyandarkan harta orang-orang bodoh (yang belum mengerti itu) kepada ummat. Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasanumu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanÉ" (An Nisa': 5)
4. Memerangi kemewahan dan para pelakunya
Satu lagi jenis berlebihan (israf) yang diharamkan oleh Islam dan akan terus diperangi karena dia dianggap dapat merusak kehidupan individu dan masyarakat. Itulah yang dinamakan "At-Taraf" (kemewahan), yaitu terlampau berlebihan dalam berbagai bentuk kenikmatan dan berbagai sarana hiburan, serta segala sesuatu yang dapat memenuhi perut dari berbagai jenis makanan dan minuman serta apa saja yang bisa menghiasi tubuh dari perhiasan dan kosmetik, atau apa saja yang memadati rumah dari perabot dan hiasan, seni dan patung serta berbagai peralatan dari emas dan perak dan sebagainya.
Sesungguhnya Al Qur'an menganggap kemewahan sebagai penghambat pertama yang akan menghalang-halangi manusia untuk mengikuti yang kebenaran (Al haq). Karena sesungguhnya kemewahan itu tidak akan membiarkan para pelakunya leluasa tanpa belenggu syahwat mereka. Maka barangsiapa yang mengajak mereka ke arah selain itu, niscaya mereka akan memusuhi dan memeranginya. Allah berfirman,
"Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu di utus untuk menyampaikannya." (Saba': 34)
Kemewahan itu memiliki beberapa akibat yang tidak bisa atau sulit dihindari oleh pelakunya seperti bermain-main, iseng dan pornografi. Kemudian menyebarluaskan degradasi moral yang itu bisa berakibat kepada pudarnya ikatan akhlaq serta meluasnya pengaruh hawa nafsu di kalangan ummat. Akibat lain adalah timbulnya kesenjangan, karena banyak orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhan primer mereka, sementara sekelompok kecil dari kalangan tertentu menikmati sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah didengar oleh telinga, di antara kebutuhan sekunder, bahkan lebih dari itu. Dari sinilah maka seluruh masyarakat terancam oleh kehancuran dan siksa, akibat orang-orang yang berbuat kemewahan karena kemewahannya. Dan yang lain di luar mereka mendapat hal yang sama karena diam atau loyalitasnya terhadap mereka. Allah SWT berfirman:
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (Al lsra': 16)
Sesungguhnya Al Qur'an telah menceritakan kepada kita bahwa hamba kemewahan merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab atas musibah yang menimpa kebanyakan ummat sebagai peringatan dari Allah. Sehingga mereka tidak memperoleh kemenangan, bahkan benar-benar mendapat adzab. Allah SWT berfirman,
"Hingga apabila Kami timpakan adzab kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong. Janganlah kamu memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kamu tiada akan mendapat pertolongan dari Kami." (Al Mu'minun: 64-65)
"Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zhalim yang telah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya). Maka tatkala mereka merasakan adzab Kami, tiba-tiba mereka melarikan diri dari negerinya. Janganlah kamu lari tergesa-gesa; kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik) supaya kamu ditanya." (Al Anbiya': 11-13)

Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi

Rabu, 30 April 2008

TEORI INFLASI ISLAM

Islam tidak mengenal istilah inflasi, karena mata uangnya stabil dengan digunakannya mata uang dinar dan dirham. Penurunan nilai masih mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan, diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya. Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang merupakan salah satu murid Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu natural inflation dan human error inflation.

Natural inflation

Sesuai dengan namanya natural inflation, Inflasi ini disebabkan oleh sebab alamiah yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran agregat (AS) atau naiknya Permintaan agregat (AD), orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegahnya).

MV = PT = Y

Dimana :M = Jumlah uang beredar
V = kecepatan peredaran uang
P = tingkat harga
T = jumlah barang dan jasa (Q)
Y = tingkat pendapan nasional (GDP)

Maka natural inflation dapat diartikan sebagai berikut:

Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa (T) yang diproduksi dalam suatu perekonomian. Misal T turun, sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P akan naik.

Naiknya daya beli masyarakat secara riil, misalnya nilai ekspor lebih besar dari nilai impor sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M naik, sehingga jika V dan T tetap, maka P akan naik.
Keseimbangan permintaan dan penawaran juga pernah terjadi dizaman Rasulullah SAW. Dalam hal ini Rasulullah SAW tidak mau menghentikan atau mempengaruhi pergerakan harga ini sesuai Hadist: Anas meriwayatkan, ia berkata: Orang-orang berkata kepada Rasulullah SAW, ” Wahai Rasululluah, harga-harga barang naik (mahal), tetapkanlah harga untuk kami”. Rasulullah SAW lalu menjawab,”Allah-lah Penentu harga, Penahan, Pembentang, dan Pemberi riszki. Aku berharap tatkala bertemu Allah, tidak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kedhaliman dalam urusan darah dan harta.”


Human error inflation.

Human error inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri (QS Ar-Rum ayat 41). Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Adapun beberapa penyebabnya di antaranya :

· Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and abad administration)

· Pajak yang berlebihan (excessive tax)Excessive tax dapat mengakibatkan terjadinya efficency loss atau dead weight loss. Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive seignorage).

·Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Escessive Seignorage)

Ekonom Islam, Al-Maqrizi berpendapat bahwa pencetakan uang yang berlebihan jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat harga umum (inflasi). Kenaikan harga komoditi tersebut adalah kenaikan dalam bentuk jumlah uang (fulus) atau nominal, sedangkan jika diukur dalam emas (dinar emas) maka harga komoditi tersebut jarang sekali mengalami kenaikan. (baca lebih lengkap)

Selasa, 29 April 2008


C I N T A

Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.

Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.

Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.

Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.

Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.

Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.

AYAT - AYAT NIKAH...

Maha Benar Allah yang telah berfirman :

"Kami akan perlihatkan tanda-tanda kebesaran kami di ufuk-ufuk dan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah itu benar dan Maha Melihat segala sesuatu".

"Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan yang buruk lagi kotor" (Qs. Al Israa' : 32).


Dari Al Quran dan Al Hadits :
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).


"Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49)



¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui¡¨ (Qs. Yaa Siin (36) : 36).


Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).


Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).


Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).


Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).


Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).


..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa' (4) : 3).


Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).


Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah :

Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !"(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).


Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).


Dari Aisyah, "Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).

Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi).


Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).


"Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram."
"Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud).


Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).


Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).


Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).


Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR. Bukhari).


Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).


Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).


Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).


u Must Do This!



1. Taubatan Nasuha
Sebuah perubahan akan terasa sangat indah tatkala di awal proses perubahan di mulai dengan Taubat dan kembali kepada Allah atas segala permasalahan. Taubat, dengan 3 makna yang terkandung di dalamnya (menyesal, tidak mengulangi, istighfar) akan mampu memberikan dorongan kuat untuk

memulai sebuah perubahan tahap demi tahap.

2. Kembali Menata Niat
sebesar apapun keinginan seseorang untuk melakukan sebuah perubahan, tanpa diiringi niat mengharap ridho Allah ‘Azza Wa Jalla, maka perubahan itu layaknya debu di atas batu yang terguyur air hujan yang deras. Tak Membekas.
namun, sekecil apapun sebuah perubahan, tatkala diiringi dengan ketulusan, maka akan menjadi amalan tambahan /unggulan yang akan dibangga-banggakan di yaumul hisab nanti.

3. Muhasabah / Evaluasi
Perubahan, tanpa adanya muhasabah, evaluasi yang telah lalu, bagaikan membangun rumah di atas tanah yang rawan longsor. belum tahu kondisi medan, langsung bangun rumah. Tatkala kita buta akan pelajaran-pelajaran / ibrah yang telah lalu, mungkin kita akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah kita atau orang lain lakukan, yang berujung pada penyesalan. Itulah salah satu manfaat evaluasi yang juga berguna untuk mengukur kualitas diri

4. Tidak Menunda-nunda perubahan
Ide yang cemerlang, kadang datangnya tidak disangka-sangka, begitu cepat berlalu dan hilang dari ingatan. Niat berbuat baik akan mudah luntur tanpa adanya aksi yang konkret, aksi yang nampak. Sikap menunda, hanya akan menghapus niatan-niatan yang baik, planning-planning strategis, azzam-azzam yang membara , sehingga perubahan pun akan semakin tertunda seiring tertundanya aksi konkret dari ruh perubahan itu (tanpa ada jasad, mana bisa gerak?)

5. Istiqomah dalam perubahan ke arah yang lebih baik
Allah ‘Azza Wa Jalla menyukai amalan hamba-Nya yang sederhana tapi kontinu (bahasa gaulnya:istiqomah). “Qul aamantu billah tsummastaqiim” - Katakanlah : aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah. Nilai istiqomahlah yang akan menjadi salah satu bekal menjawab kegelisahan di hari penghitungan amal nanti. Memang, istiqomah adalah hal yang ringan diucapkan, namun beraaat dilaksanakan. Namun, tidak ada salahnya bukan kalo kita mencoba terus berikhtiar mencapai keistiqomahan di sisi Allah….??


Senin, 21 April 2008

Cerdas Menguasai Informasi


ya, hati-hatilah dengan informasi!!
Memasuki abad baru sekarang ini yang memasuki revolusi besar dalam ICT (information n Communication Technology), informasi menjadi sangat penting bagi hidup kita, rasa-rasanya sudah seperti laksana air bagi kehidupan, tak ada informasi, hidup kita serasa hampa dan tiada makna. Namun dibalik itu juga kita harus semakin hati-hati dengan arus informasi yang semakin deras, tidak menutup kemungkinan kita akan tenggelam didalam arus tersebut, kalau arusnya positif sih ga masalah,,kalau negatif..bisa jadi itulah akhir hidup kita

Ada tulisan menarik dari Herbert E. Meyer

Bagaimana Menganalisa Informasi
Panduan langkah-demi langkah untuk Keterampilan Hidup yg Paling Penting

Kita hidup sekarang ini dalam dekade reovolusi informasi yang merupakan sebuah keajaiban dari energi dan kecerdikan manusia. Tidak ada sebelumnya terdapat begitu banyak informasi tersedia, begitu mudahnya dan murah tentang semua hal

Dan hal yang paling penting kita telah belajar bahwa informasi itu seperti air yang penting untuk hidup kita, kita tidak dapat bertahan hidup tanpanya. Tetapi jika terlalu banyak arus yang deras, kita akan tenggelam . Untuk menjaga supaya tidak tenggelam dal minformasi kita harus belajar untuk menggunakannya sebagaimana mestinya, yang berarti menggambarkan apa sebetulnya yang disampaikan dalam sebuah informasi. Sesudah semua itu, bukanlah informasi itu sendiri yang kita gunakan untuk menentukan keputusan, tapi pengetahuan dibalik informasi itu yang kita gunakan. Itulah alasan kenapa kita harus belajar bagaimana menganalisa informasi, bagaimana untuk mempengaruhi informasi yang kita perlukan dalam membuat keputusan yang kita hadapi, bagaimana mendapatkan informasi dan kemudian, ini adalah \tahap yang paling krusial, bagaimana menggali informasi untuk memahami pengetahuan yang terkandungnya.

Tentu saja kita semua menganalisa informasi setiap saat, sekalipun tanpa kita berusaha melakukannya. Contohnya, ketika kita melihat alat ukur bahan bakar didalam mobil kita menunjukan tanda ’kosong’ dan kita mengerti bahwa itu adalah saatnya untuk mencari pom bensin terdekat. Kita tiba di bandara, tiba-tiba di layar keberangkatan terlihat bahwa penerbangan kita dibatalkan dan kita tahu kita harus lari ke konter tiket dan memesan penerbangan yang lainnya., kita menonton laporan cuaca di Televisi yang memberi tahu bahwa ada badai salju ygn menghadang perjalanan kita, dan kita dengan cepat bergerak untuk membeli sekop. Mengolah arti dari informasi adalah bagian dari fitrah manusia, kita selalu melakukannya, dan kita tidak bisa mengehentikannya, sekalipun kita mencobanya..(bersambung)

Senin, 07 April 2008

Demokrasi atau Teokrasi 2

Sebagai seorang Muslim semestinya kita bisa menyadari hal tersebut karena sudah jelas dalam ikrar kita kepada Allah SWT bahwa Tiada Ilah Kecuali Allah dan bersaksi atas Kerosulan Muhammad SAW dengan mengikuti petunjuknya yang termaktub dalam Al-Quran dan Sunah..
Maka yang paling pas bagi kita seorang Muslim ketika berbicara sistem kenegaraan atau pemerintahan adalah sistem Teokrasi atau Sistem Pemerintahan Tuhan,,Kekuasaan Tertinggi ada di Tangan Tuhan (Allah SWT) artinya Sistem Yang dijalankan itu menurut kehendak Sang Pencipta Yang Maha Sempurna!!Yang Tidak Ada Lalai sedikitpun..Yang Maha Adil..Dan MAha Atas Segala-galanya yang secara Tekstual ada di dalam Al-Quran dan Sunah sebagai Pedomannya..bukan disandarkan pada keinginan manusia yang penuh dengan cela dan kekurangan..

bukankah tak ada yang menyangkal kesempurnaan Islam yang mengatur segala aspek kehidupan kita? artinya seringkali kita perlu berkaca..

apakah kemusliman kita perlu dipertanyakan ketika kita belum sepenuhnya menjalankan kehendak Allah SWT dalam kehidupan kita..khususnya dalam menjalankan ketentuan Allah (baca:Syariat) khususnya dalam bernegara???

Tentu tidak!!!,,menurutku tidak sesederhana itu..bersambung

Demokrasi atau Teokrasi ?

Tentu saja istilah demokrasi secara harfiah/tekstual tidak terdapat dalam Islam (wong kata demokrasi bukan dari bahasa arab,,tapi dari bahasa yunani...= P ) demokrasi menghendaki segala sesuatu didasarkan pada keinginan bersama setiap orang, menghendaki hak asasi setiap orang dalam menentukan sesuatu, segala sesuatu yang berdasarkan demokrasi akan disebut demokratis. Demokrasi tidak menghendaki adanya pemaksaan kehendak dan sifat diktator atau kesewenang-wenangan.

Dan istilah demokrasi itu sendiri erat kaitannya dengan sistem kepemerintahan dimana demokrasi dapat didefinisikan sebagai “pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh mayoritas; pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang-wenangan.

intinya, kekuasaan tertinggi itu ada di tangan rakyat , hal ini yang perlu kita luruskan bersama. Karena dalam Islam, berdasarkan akidah yang kita yakini bersama bahwa la haula wala kuwwata Illa Billah..Kekuasaan tertinggi hanyalah di tangan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa..bukan ada ditangan manusia atau rakyat.Ini sangat penting,,karena imbasnya akan sangat besar...

Konsekuensi menerapkan Kekuasaan Tertinggi di Tangan Rakyat...mengehendaki segala sesuatu berdasarkan maunya rakyat itu sendiri yang notabene seorang manusia yang merupakan makhluk. Sebagaiamana kita tahu yang namanya manusia itu tidak sempurna,, pertanyaannya mengapa demokrasi menyandarkan diri pada sosok manusia yang tidak sempurna itu, padahal ada sosok Yang Maha Sempurna Sang Pencipta manusia dan Seluruh Alam Semesta??..bersambung

Rabu, 26 Maret 2008

Bank Syariah Untuk UMKM

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian domestik semakin meningkat terutama setelah krisis 1997. UMKM mempunyai potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Pada masa krisis, UMKM menunjukkan kemampuannya dalam menghadapi krisis, sementara usaha besar banyak yang terpuruk karena banyak bergantung pada pinjaman luar negeri.

Pada tahun 2006, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional tercatat sebesar Rp. 1.778,75 triliun atau 53,28 persen dari total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp. 287,68 triliun atau 19,29 persen dibanding tahun 2005. Kontribusi Usaha Kecil tercatat sebesar Rp. 1.257,65 triliun atau 37,67 persen dan Usaha Menengah sebesar Rp. 521,09 triliun atau 15,61 persen, selebihnya sebesar Rp. 1.559,45 triliun atau 46,72 persen merupakan kontribusi Usaha Besar.

Sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan (53,57%) (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran (27,19%) (3) Industri Pengolahan (6,58%) (4) Jasa-jasa (6,06%) ; serta (5) Pengangkutan dan Komunikasi (5,52%)

Pada periode januari 2008 , Hingga periode Januari 2008 terdapat 3 Bank Umum Syariah, 25 Unit/Divisi Usaha Syariah dan 115 Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah untuk sektor UMKM tercatat sebesar Rp18,38 Triliun (67,82% dari total pembiayaan) sedangkan pembiayaan untuk sektor non-UKM sebesar Rp.8,72 Triliun (32,18% dari total pembiayaan), hal ini menunjukan peranan Bank Syariah dalam memberdayakan UMKM khususnya dalam hal pembiayaan sudah cukup tinggi meski pangsa pasar masih sangat kecil 2,79% dari total kredit perbankan nasional


Kinerja pembiayaan Bank Syariah pun cukup baik dengan tingkat pembiayaan bermasalah yang relatif kecil. Pada Januari 2008, pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing = NPF) Perbankan Syariah mencapai 4,18%, Dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) nasional hingga Januari 2008 sebesar 97,87%, menunjukkan ruang untuk pemberian kredit kepada UMKM jauh lebih besar dibanding Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan nasional sebesar 69,2% dengan Non Performing Loan (NPL) sebesar 4,64

Tabel. 1 Perbandingan Pembiayaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Nasional

Per-Januari 2008

Perbankan Syariah

Perbankan Nasional

Nilai Pembiayaan/Kredit UMKM

Financing/Loan to Deposit Ratio (FDR/LDR)

Non Performing Financing/Loan (NPF/NPL)

Rp18,38 Triliun

97,87%


4,18%

Rp.235,28 Triliun

69,2%


4,64%


Untuk itu dibutuhkan berbagai upaya dalam mendorong perbankan di satu sisi, untuk memperbesar alokasi pemberian pembiayaan kepada UMKM dan di sisi lain UMKM perlu dibantu dalam rangka mempermudah aksesnya dalam mendapatkan layanan perbankan dengan kerjasama dan dukungan dari berbagai lembaga terkait yang bergerak di sektor keuangan maupun non-keuangan yang berprinsip syariah.

Terdapat beberapa jenis lembaga keuangan syariah yang berperan namun masing-masing memiliki proses dan fokus sasaran yang berbeda.

1. Lembaga Keuangan Bank :

- Bank Indonesia (Bank Sentral)

- Bank Umum Syariah

- Unit/Divisi Usaha Syariah

- BPR Syariah

2. Lembaga Keuangan Non-Bank

- Koperasi Syariah

- BMT

- Pegadaian Syariah

- BAZ/ LAZ

Maka ketika berbicara tentang peran Bank Syariah, disini mencakup peran Bank Indonesia, Bank Umum Syariah, Unit/Divisi Usaha Syariah (dari Bank Umum Konvensional termasuk BPD) dan BPR Syariah. Lembaga Keuangan Non-Bank di fokuskan untuk mengembangkan Usaha level Mikro hingga Usaha Kecil, sedangkan Lembaga Keuangan Bank dari Usaha Level Menengah Hingga Usaha Besar

Sehingga dalam praktiknya semua bekerja sama mengembangkan sektor riil dengan fokus yang jelas yang saling mendukung. Dalam tingkatan perbankan pun, BPR Syariah memiliki fokus yang berbeda dibanding Bank Umum Syariah. Dimana Bank Umum lebih fokus untuk usaha menengah dan besar, sedangkan BPR untuk usaha menengah dan kecil. Sehingga ketika berbicara mengenai peranan Bank Syariah dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang lebih berperan adalah BPR Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah seperti Koperasi Syariah dan BMT

Namun demikian peranan Bank Umum Syariah termasuk Unit/Divisi Usaha Syariah tidak bisa lepas dalam pemberdayaan UMKM tersebut karena BPRS dan LKMS juga perlu dukungan modal yang kuat dan pengembangan dari BUS/UUS sebagai Back-Up Oleh karena itu, dalam memberikan pembiayaan dan pemberdayaan UMKM, Bank Syariah membutuhkan kerja sama yang sinergis antara BUS/UUS, BPRS dan lembaga keuangan terkait seperti LKMS atau Koperasi. Bahkan kini Badan/Lembaga Amil Zakat pun telah memiliki program pengembangan dan pemberdayaan UMKM dalam rangka menyalurkan dana ZISWAF (Zakat Infak Shadaqah dan Wakaf) untuk sektor yang produktif

Di lembaga non-keuangan terdapat benyak sekali pihak yang berkepentingan dalam pemberdayaan UMKM, diantaranya adalah pemerintah yang dekelola oleh Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) dan juga lembaga pendidikan khususnya Perguruan Tinggi

Mengingat begitu banyaknya Lembaga/Badan yang bergerak untuk memberdayakan UMKM, maka kerjasama yang sinergis mutlak dilakukan supaya setiap gerak program yang ada bisa lebih efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan, ketika kerjasama tidak optimal boleh jadi justru akan menghambat kemajuan UMKM itu sendiri

Beberapa uapaya yang dapat dilakukan antara lain :

  1. Optimalisasi Fungsi Intermediasi

Sebagaimana fungsi bank pada umumnya sebagai lembaga intermediasi antara sektor keuangan/ permodalan dengan sektor usaha riil , bank syariah pun tentu berupaya untuk mengoptimalkan fungsi tersebut dengan terus meningkatkan penghimpunan dana yang akan berimbas pada peningkatan penyaluran permodalan kepada pelaku UMKM mengingat masih minimnya akses pelaku UMKM terhadap perbankan dan masih rendahnya pangsa pasar perbankan syariah dibandingkan perbankan nasional secara keseluruhan

  1. Program Kemitraan dan Jaringan

Merupakan salah satu upaya pengembangan UMKM dengan melibatkan Usaha Menengah/Usaha Besar (UM/UB) sebagai mitra untuk saling bekerjasama. Selaras dengan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kemitraan didefinisikan sebagai kerjasama yang saling menguntungkan antara UMKM dengan usaha besar maupun usaha mikro dan kecil dengan usaha menengah yang didasarkan suatu kontrak atau perjanjian tertulis maupun tidak, disertai dengan upaya pembinaan dan pengembangan oleh mitra UM/UB dengan memperhatikan prinsip saling membutuhkan, memperkuat dan saling menguntungkan

  1. Pendampingan, Pembinaan dan Konsultasi

Dengan sistem bagi hasil yang adil dimana keuntungan dan kerugian ditanggung bersama, jika usaha yang dibiayai bank syariah mengalami kerugian maka bank pun ikut mendapatkan kerugian maka bank syariah otomatis harus memperhatikan dan menjaga

supaya usaha yang dibiayai bisa berjalan dengan baik dan mengasilkan keuntungan.

Artinya bank syariah harus terlibat didalamnya untuk mengupayakan pertumbuhan dan kemajuan UMKM, sederhananya mengusahakan bagaimana caranya Usaha Mikro bisa maju menjadi Usaha Kecil, Usaha Kecil bisa maju menjadi Usaha Menengah, dan bagaimana caranya usaha menengah bisa maju menjadi Usaha Besar dan seterusnya.

Hal itu penting juga bagi Perbankan Syariah karena secara tidak langsung kemajuan UMKM akan memajukan Bank Syariah juga sehingga perbankan syariah bisa lebih kokoh karena memiliki basis sektor riil yang maju dan berkembang

  1. Pengembangan Inkubasi Bisnis (INBIS)

Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan INBIS melibatkan perguruan tinggi sebagai upaya mempersiapkan perguruan tinggi menuju entrepreneurial university melalui pengembangan budaya kewirausahaan dengan cara

a. Menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di lingkungan perguruan tinggi.

b. Mewujudkan sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi dunia usaha sehingga dapat menumbuhkembangkan IPTEK sesuai kebutuhan.

c. Mendorong pemanfaatan potensi bisnis akademik dan nonakademik yang bernilai komersial.

d. Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan pelayanan konsultasi terpadu.

e. Menumbuhkembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong terwujudnya unit-unit usaha sebagai sumber pendapatan (income generating unit) di perguruan tinggi dalam mengantisipasi otonomi perguruan tinggi.

Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara lain Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Kementerian Riset dan Teknologi serta Departemen Pendidikan Nasional.

Senin, 17 Maret 2008

Perkembangan Bank Syariah Indonesia

Gerakan lembaga keuangan Islam modern dimulai dengan didirikannya sebuah local saving bank yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir di tepi sungai Nil Mesir pada yahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid An Naggar [1]. Walaupun beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen, bank lokal ini telah mengilhami diadakannya konferensi ekonomi Islam pertama di Makkah pada tahun 1975. Sebagai tindak lanjut rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian, lahirlah Islamic Development Bank (IDB) yang kemudian diikuti oleh pendirian lembaga-lembaga keuangan Islam di berbagai negara, termasuk negara-negara bukan anggota OKI, seperti Philipina, Inggris, Australia, Amerika Serikat dan Rusia.

Upaya intensif pendirian Bank Islam [2] di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1988, yaitu pada saat Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (PAKTO) yang mengatur tentang deregulasi industri perbankan di Indonesia. Para ulama waktu itu telah berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya penafsiran dari peraturan perundang-undangan yang ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen).

Setelah adanya rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua (Bogor) pada tanggal 19-22 Agustus 1990 yang kemudian diikuti dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, di mana perbankan bagi hasil diakomodasikan, maka Bank Muamalat Indonesia merupakan Bank Umum Islam pertama yang beroperasi di Indonesia. Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun karena lembaga ini masih dirasakan kurang mencukupi dan belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut Baitul Maal wat Tamwil (BMT).

Setelah dua tahun beroperasi, Bank Muamalat mensponsori pendirian asuransi Islam pertama di Indonesia yaitu Syarikat Takaful Indonesia dan menjadi salah satu pemegang sahamnya. Selanjutnya pada tahun 1997, Bank Muamalat mensponsori Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah yang kemudian diikuti oleh beroperasinya lembaga reksadana syariah oleh PT. Danareksa. Di tahun yang sama pula, berdiri sebuah lembaga pembiayaan (multifinance) syariah, yaitu BNI-Faisal Islamic Finance Company.

Selama lebih dari enam tahun beroperasi, kecuali Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992, praktis tidak ada peraturan perundang-undangan lainnya yang mendukung sistim beroperasinya Perbankan Syariah. Ketiadaan perangkat hukum pendukung ini memaksa Perbankan Syariah menyesuaikan produk-produknya dengan hukum positif yang berlaku (yang nota bene berbasis bunga/konvensional), di Indonesia. Akibatnya ciri-ciri syariah yang melekat padanya menjadi tersamar dan Bank Islam di Indonesia tampil seperti layaknya bank konvensional.

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka secara tegas Sistem Perbankan Syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistim perbankan nasional. UU tersebut telah diikuti dengan ketentuan pelaksanaan dalam beberapa Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tanggal 12 Mei 1999, yaitu tentang Bank Umum, Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan BPR Berdasarkan Prinsip Syariah. Perangkat hukum itu diharapkan telah memberikan dasar hukum yang lebih kokoh dan peluang yang lebih besar dalam pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia.

1 Ahmad An Naggar, Muhafazah wal Mu’asaroh; Dirasah fiil Masrafiyah Laa Ribawiyah, Darul Kutub, Kairo, 1985.

2 Dalam Peraturan perundang-undangan Indonesia, Bank Islam disebut sebagai Bank Syariah


Strategi Umar bin Abdul Aziz Dalam Membangun Ekonomi

Umar bin Abdul Aziz telah menjadi proklamator dalam melakukan reformasi ekonomi dalam bentuk kebijakan pembangunan ekonomi modern, yang berhasil mencapai keseimbangan antara kekuatan supply and demand bahkan terjadi surplus pendapatan dalam neraca anggaran negara, tidak lain semua anggaran itu dipergunakan untuk memperbaiki kondisi rakyatnya dalam semua dimensi baik dalam dimensi spiritual maupun matriil, untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya sehingga semuanya hidup dalam peringkat ekonomi yang cukup (kemiskinan dan pengangguran tidak didapatkan pada masa kepemimpinannya), dan tercapailah keadilan dalam pendistribusian kekayaan (anggaran) kepada rakyatnya, dan Umar Bin Abdul Aziz selalu menghimbau kepada rakyatnya untuk selalu melakukan investasi dalam berbagai bentuk dan juga menerapkan sistem perpajakan untuk mencapai keseimbangan ekonomi, secara ringkasnya Umar bin Aziz telah mampu mendesain rakyatnya dengan kemakmuran dan kesejahteraan, yang mana sistem konvensional tidak akan bisa mencapai target ekonomi yang mengagumkan ini.

Hal ini juga diakui Rogeh Garudi (penulis Prancis dalam bukunya kembali ke Islam), dia mengatakan: "Konsep ekonomi Islam sangat kontradiksi dengan ekonomi yang dipahami barat, yang mana ekonomi hanya dipahami sebatas produksi dan konsumsi sebagai tujuan utamanya; bagaimana dapat memproduksi sebesar-besar sehingga dapat menkonsumsi sebanyak-banyaknya baik komoditi itu bermanfaat maupun tidak, dengan tidak memperhatikan tujuan-tujuan hidup kemanusiaan, sedangkan dalam ekonomi Islam tidak hanya bertujuan pada pertumbuhan saja, tapi bagaimana dapat mencapai keseimbangan"( Hasan Taqi : 1402 H, hal. 102).

Maka untuk menciptakan rakyatnya dalam desain kemakmuran dan kesejahteraan Umar bin Abdul Aziz mengimplementasikan strategi-strategi kebijakan ekonomi sebagai berikut:Pertama: Memberikan solusi terhadap "Problematika Ekonomi", Problematika ekonomi akan terjadi apabila sumber ekonomi terbatas, akan tetapi kebutuhan manusia sangat beragam. Maka dari sini sumber permasalahan ekonomi adalah dua hal pokok,

a. Sumber ekonomi, dan

b. Kebutuhan ekonomi, baik dalam tingkat individu, keluarga, masyarakat dan negara.


Maka upaya Umar bin Abdul Aziz dalam memberikan solusi atas problem pertama adalah :

Pertama dengan memberantas korupsi dari para koruptor baik dari kelas kakap sampai kelas teri. Agar semua kekayaan itu dikembalikan kepada negara.

Kedua dengan merekonstruksi sistem perpajakan, yang mana pada waktu itu banyak para pejabat yang tidak membayar pajak, akan tetapi rakyat kecil lah yang dikenai pajak yang melampui batas. Sehingga semua ini membutuhkan reformasi sistem perpajakan agar menjadi adil dalam pemasukan anggaran negara.

Ketiga, penghematan anggaran dalam pemberian fasilitas pejabat negara dan juga penghematan dalam perayaan peringatan hari besar keagamaan dan kenegaraan.


Sedangkan dalam memberikan solusi problematika kedua adalah :

Pertama : Umar bin Abdul Aziz mengambil kebijakan dengan berdasarkan Instruksinya kepada para menterinya dengan mengatakan:

"Wajib bagi orang muslim -(dengan kata muslim sebab mayoritas rakyatnya adalah muslim artinya adalah semua rakyatnya baik muslim dan non-muslim)- mempunyai rumah untuk bersinggah, pembantu yang dapat meringankan tugasnya, kendaraan untuk mencari pendapatan (kalau masa dulu kendaraan untuk berjihad), dan terpenuhinya perlengkapan rumah tangga".

Dan semua kebutuhan rakyat ini dipenuhi pada masa Umar bin Abdul Aziz. Hingga Umar bin Abdul Aziz mengatakan kepada rakyatnya: "Apa-apa yang kalian inginkan kirimkan surat kepadaku pasti aku penuhi". Maka pada waktu itu sistem takaful sosial (jaminan sosial sudah diimplementasikan secara penuh). Kebutuhan-kebutuhan rakyat semua telah dipenuhi baik yang bersifat kebutuhan dasar ekonomi, sosial maupun pendidikan dan kesehatan. Semua gaji pegawai yang asalnya kecil dapat dinaikan bahkan dalam suatu riwayat Umar bin Abdul Aziz setiap hari memanggil-manggil

" Aina al- Muhtajun? Aina al-Ghorimun Aina an-Nakihun?" (Mana rakyatku yang membutuhkan bantuan? Mana orang-orang yang banyak hutangnya? Mana orang-orang mau menikah tapi tidak punya modal? Maka akan aku penuhi kebutuhan-kebutuhan kalian).

Dan semua kebutuhan rakyatnya telah terpenuhi pada masa Umar bin Abdul Aziz.

Kedua: Mengimplementasikan Secara Penuh Dasar Hidup Kecukupan Kepada Semua Rakyatnya. Maka dalam menerapkan kebijakan ini, Umar bin Abdul Aziz memulai dari diri dan keluarganya agar tidak hidup dengan bermewah-mewahan, bahkan gajinya sebagai seorang khalifah pun tidak diambil karena sudah kecukupan dari kekayaan pribadinya dan gaji tersebut diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Dasar hidup kecukupan ini, Islam telah mewajibkan kepada negara agar dapat memenuhinya sebagaimana Ibnu Taimiyah Berkata: "Agar para penguasa mengambil kekayaan dari hal yang halal dan memberikan kepada orang-orang yang berhak". Dasar ini juga mengambil intisari QS. Al-Hasyr: 7, yang mengatakan:

" Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu".

Yang diimplementasikan Rasul, Saw. Dalam hadisnya yang diriwayatkan Bukhori dalam sahihnya berbunyi:

"Barang siapa yang kaya agar dia dapat duduk dengan orang yang fakir dan barang siapa yang mempunyai kekayaan lebih agar dia duduk dengan orang yang kekurangan".

Dari contoh hadis inilah menggambarkan adanya takaful ijtimai dalam masyarakat agar tercipta masyarakat yang kecukupan. Bertitik tolak dari dasar diatas Umar bin Abdul Aziz dapat menegakkan keadilan yang sebenar-benarnya melalui kebijakan pendistribusian anggaran sesuai pada tempatnya. Sebagaimana kebijakannya yang mengatakan:

"Saya sangat senang agar para orang kaya (konglomerat) berkumpul dan memberikan sebagian harta mereka kepada orang-orang fakir, sehingga kita sama dengan mereka dan saya lah yang pertama kali, kekayaanku adalah kekayaan mereka". (Khadijah Nabrawi: 1998, 57).

Pada suatu hari suatu saat rakyatnya yang bernama Anbasah bin Saad datang kepada Umar bin Abdul Aziz meminta kebutuhannya, untuk mengetahui konsep kecukupan itu (Haddu al- Kifayah). Kemudian Umar bin Abdul Aziz bertanya kepadanya: Ya, Anbasah Jika Anda memiliki harta yang halal maka cukuplah itu, dan jika harta itu haram jangan kau tambahkan keharaman itu, beritahulah kami! Apakah kamu membutuhkan bantuan? Dia menjawab tidak, kemudian Umar bertanya lagi: Apakah kamu punya hutang? Dia menjawab tidak. Kemudian Umar bin Abdul Aziz berkata:

"Bagaimana kami memberikan harta Allah kepadamu padahal kamu tidak membutuhkannya, jika Aku memberikan harta itu kepadamu berarti kami meninggalkan hak orang-orang fakir, dan jika kamu orang yang banyak hutangnya, maka akan aku penuhi hutangmu itu dan jika kamu orang yang membutuhkan maka akan aku beri kamu agar kamu dapat mandiri, Bertaqwalah kepada Allah, dari mana harta ini kami kumpulkan, intropeksilah dirimu sebelum Allah menanyakan pertanggung jawabanmu di hari kelak.

Ketiga: Mengimplementasikan Dasar ekonomi Berkeadilan Sosial dalam pendistribusian Kekayaan Rakyat. Dasar kebijakan ini sangat urgen sekali, khususnya bagi para pemegang kebijakan. Karena kefakiran dan pengangguran tidak lain disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang kurang berkeadilan sosial, sehingga berdampak pada jurang pemisah yang sangat lebar antara masyarakat kaya dan miskin.

Maka dalam mereformasi kondisi masyarakat seperti ini Umar bin Abdul Aziz mengambil kebijakan redistribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat secara adil, hal itu dengan cara menginventarisir kebijakan-kebijakan pemimpin sebelumnya mana yang sudah sesuai pada tempatnya dan mana yang masih menyeleweng. Maka Umar bin Abdul Aziz mengkritik pemimpin sebelumnya (Sulaiman bin Abdul Malik) dalam strategi pemerataan pembangunan dan pendistribusian kepada rakyatnya dengan mengatakan: " Sungguh Saya melihat orang yang kaya semakin kaya dan orang yang miskin ditinggalkan dalam kondisi kefakirannya". (Siratu Umar li Ibnu Abdi al-Hakim: hal. 135).

Dari kondisi semacam ini, maka Umar bin Abdul Aziz mengambil kesimpulan bahwa kefakiran dan kemiskinan itu disebabkan kebijakan distribusi dan pemerataan kekayaan dan pendapatan yang tidak adil, sehingga Umar bin Abdul Aziz menempuh kebijakan-kebijakan:

a. Melarang kepada para pejabat negara dalam menghamburkan kekayaan umat/negara, dan memerintahkan untuk mengembalikan kekayaan negara yang telah diambilnya secara illegal, jika harta perorangan yang dirampas segera mengembalikan kepada pemiliknya, dan jika pemiliknya sudah tiada harta itu dikembalikan kepada ahli warisnya dan bila tidak didapati maka dikembalikan ke Baitul Mal.

b. Dengan memberikan bantuan kepada masyarakat miskin dan mereka dijamin hidup layak yang berkecukupan (haddu al- kifayah) dengan cara distribusi pemberdayaan zakat, pajak, khoroj, usyur (beacukai) dan lain sebagainya.

Istilah sekarang dibutuhkan pemberdayaan UMKM, Koperasi, yang mana distribusinya agar merata dan berkeadilan. Dan pemerintahlah seyogyanya yang menjemput dan memberikan tawaran pemberdayaan itu sebagaimana yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz tiap harinya selau mencari dengan mengatakan: "Mana orang yang membutuhkan? Mana orang yang banyak hutangnya? Dan mana orang yang ingin menikah tapi tidak punya modal? Semua akan dipenuhi oleh Umar bin Abdul Aziz sebagaimana yang telah kita terangkan di atas. Maka dari sini pemerintah seyogyanya mengimplementasikan kebijakan Jaminan Sosial bagi yang masyarakat yang tidak mampu bekerja dan tidak produktif.

Keempat: Menerapkan Sistem Reformasi Perpajakan untuk mencapai keseimbangan ekonomi. Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, maka sektor perpajakan adalah menjadi perhatiannya yang paling besar, karena dari sektor inilah semua sistem keadilan dan pertumbuhan ekonomi dimulai. Maka kebijakan reformasi perpajakan sangat penting, yaitu dengan menempatkan perpajakan secara proporsional, artinya; semua masyarakat dari kelas teri sampai kelas kakap semua warga negara dikenai pajak sesuai dengan banyak dan sedikitnya kekayaan yang masyarakat miliki (Kekayaan Kena Pajak (KKP)).

Karena pada masa Umawiyah sebelum Umar bin Abdul Aziz memerintah, sistem perpajakan ini sangat amburadul, dan banyak kekayaan ini didapatkan dari penindasan kepada masyarakat kecil dan para konglomerat dibebaskan dari perpajakan. Maka Umar bin Abdul Aziz menerapkan keadilan dan menempatkan kebijakan perpajakan sesuai dengan porsinya. Dan dia mengatakan bahwa Rasulullah diutus sebagai petunjuk tidak sebagai pengambil pajak. Dan perkataan ini juga dilengkapi oleh Ali, RA. "Pemimpin yang mengambil pajak dan ia tidak membangun rakyatnya, maka dia telah merusak negaranya".

Maka tujuan dari pajak tidak lain adalah sebagai modal untuk membangun negaranya dengan berkeadilan sosial. Sehingga dengan demikian jurang pemisah antara kaya dan miskin akan hilang dalam tatanan sosial, karena adanya keadilan sesuai dengan proporsinya dan batas hidup layak telah terimplementasikan sebagai buah pembangunan yang bermodalkan dari pajak, zakat, SDA dan pendapatan negara lainnya.

Kelima: Proteksi Kekayaan Negara dan Rasionalisasi Pembelajaan Anggaran. Kekayaan umum (negara). Adalah kekayaan yang bersifat umum artinya semua unsur masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab atas hal itu. Karena terlalu banyaknya kekayaan negara, otomatis proteksi ini akan melemah dan otomatis akan terjadi penyelewengan, korupsi harta negara. Maka pengawasan ini sangat penting agar kekayaan negara dapat diamankan dari tangan-tangan pencuri yang berdasi.

Sehingga langkah Umar bin Abdul Aziz dalam hal ini adalah memilih pejabatnya dari orang-orang yang amanah, professional dan tidak boros dalam membelanjakan harta negara. Maka anggaran birokrasi, fasilitas pejabat dan anggaran pembelian senjata militer harus dirasionalisasikan agar penghematan keuangan negara dapat terwujud demi mencapai pembangunan bangsa yang berkeadilan sosial, adil dan makmur.

Keenam: Mendorong Investasi dalam Berbagai sektor. Umar bin Abdul Aziz menghimbau kepada rakyatnya agar berinvestasi dalam semua bidang; industri, pertanian, biro jasa dan pelayanan, perdagangan dan semua bentuk mata pencaharian yang menghasilkan pendapatan untuk mewujudkan program hidup layak yang berkeadilan. Baik investasi ini dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Karena dalam ajaran Islam juga mendorong akan hal ini baik investasi matriil (duniawi) maupun in-matriil (akhirat).

Maka Umar bin Abdul Aziz menghimbau agar semua unsur ekonomi harus diberdayakan untuk mendapatkan pendapatan (materi/pahala) baik pemberdayaan itu berbentuk pemberdayaan SDM dengan kerja agar tidak ada pengangguran, investasi SDA dan penginvestasian modal finansial yang ada. Hal itu semua merupakan piranti/alat dalam mewujudkan kemajuan pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada pertambahan ekonomi nasional. Karena pengangguran dan kemiskinan itu tidak sesuai dengan syariah Islam, maka jangan sampai ada harta benda yang tertimbun, semua unsur kehidupan ekonomi harus berjalan sesuai dengan fungsinya demi kemanfaatan masyarakat secara luas.

Maka setelah melihat kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan Umar bin Abdul Aziz di atas, maka seyogyanya Presiden mengubah kebijakan ekonominya dari growth with equity menjadi keseimbangan growth and equity, agar pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan serta pengangguran dapat teratasi secara serentak dan berkualitas. Disisi lain dibutuhkan implementasi pemberantasan korupsi yang berkelanjutan serta reformasi sistem perpajakan nasional yang akuntansi publiknya tidak melebihi besarnya masyarakat dalam membayar zakat, hal ini dikenakan kepada semua masyarakat yang mengaku sebagai warga negara Indonsia baik dari golongan atas maupun masyarakat bawah.

Implementasi kebijakan yang kedua adalah pemerintah mementingkan tercapainya hidup layak dan sehat bagi rakyatnya sebagai program unggulan yang harus diterapkan. Dan kebijakan selanjutnya adalah pemerintah seyogyannya aktif dalam menjemput masyarakat dalam pemberdayaan pembangunan ekonomi baik yang diprogramkan dalam bentuk UMKM, Koperasi, Perkerditan Syariah melalui Bank-Bank dan lain sebagainya, Jenis program dan bantuan pemerintah ini dapat didistribusikan secara merata dan berkeadilan sehingga sasaran pembangunan pemerataan dapat tercapai.

Yang terakhir Negara seyogyanya mendorong kepada semua masyarakatnya agar mereka dapat merubah gaya hidupnya menjadi masyarakat yang produktif melalui penginvestasian semua unsure-unsur produksi, menuju kemanfaatan dunia dan akhirat. Sedangkan bagi masyarakat usia non produktif negara menjamin kehidupannya dalam program jaminan sosial dan negara memberikan seluas-luasnya kesempatan yang sama kesempatan untuk bekerja kepada masyarakatnya dan juga mempermudah semua prosedur dalam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas.